Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example 728x250
Sulawesi Selatan

Tragedi di Wisma Dua Pitue: Ketika Kemiskinan dan Pilihan Hidup Membawa ke Ujung yang Tragis

28
×

Tragedi di Wisma Dua Pitue: Ketika Kemiskinan dan Pilihan Hidup Membawa ke Ujung yang Tragis

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

Sidrap | Khabarterkini.co – Peristiwa pembunuhan seorang perempuan berinisial MKP di Wisma Grand Dua Pitue, Kabupaten Sidrap, Sulawesi Selatan, mengungkap lebih dari sekadar tindak kriminal. Di balik tragedi itu, tersimpan kisah pilu tentang kemiskinan, tekanan hidup, dan keputusan-keputusan sulit yang berujung pada kematian tragis.

Korban, seorang perempuan muda yang belakangan diketahui bekerja sebagai open booking (BO), meregang nyawa di tangan tamunya sendiri. Namun, dari hasil pemeriksaan penyidik Polres Sidrap, terungkap sisi lain yang menyayat hati: realitas rumah tangga yang rapuh karena ekonomi dan utang yang menumpuk.

Advertisement
Example 300x600
Scroll ke bawah untuk lihat konten

Suami sah korban, Adnan (37), dalam keterangannya kepada penyidik, mengaku tak kuasa menahan air mata saat mengungkap alasan istrinya memilih jalan itu. Ia menjelaskan bahwa kondisi ekonomi keluarga memaksanya dan sang istri mengambil keputusan berat demi menyambung hidup.

“Dia selalu bilang, kalau bukan begini, kita makan apa? Saya sudah sering melarang, bahkan keluarganya juga menentang,” ujar Adnan, suaranya bergetar saat dikutip dari konferensi pers Kapolres Sidrap, AKBP Dr. Fantry Taherong, Jumat (12/9/2025).

Adnan mengaku sering kali terjadi pertengkaran saat ia melarang sang istri untuk berhenti dari pekerjaannya. Bahkan, ancaman perceraian pernah terlontar dari bibir perempuan yang kini telah tiada itu.

“Dia bilang, kalau terus dilarang, lebih baik cerai. Saya bingung harus bagaimana. Kami benar-benar dalam tekanan,” lanjutnya.

Tragedi itu semakin memilukan ketika diketahui bahwa pasangan suami istri ini sudah tiga bulan tinggal di Wisma Grand Dua Pitue. Mereka menyewa kamar dengan tarif Rp250 ribu per malam. Dari keterangan pemilik wisma, korban memiliki utang sekitar Rp3 juta karena sering menunggak pembayaran.

“Kami sudah benar-benar terhimpit. Kebutuhan makan, sewa kamar, semuanya jadi beban. Saya tidak sanggup. Itu alasan dia tetap menjalani pekerjaan itu, meski saya menentang,” tutur Adnan dengan mata berkaca-kaca.

Pada malam nahas tersebut, Adnan mengaku berada tak jauh dari kamar yang ditempati istrinya bersama tamu. Ia sempat mendengar suara gaduh dan mencoba mengetuk pintu, namun semuanya sudah terlambat. Sang istri ditemukan bersimbah darah dan tak bernyawa.

“Itu pemandangan yang tidak akan pernah saya lupakan seumur hidup,” katanya lirih.

Tragedi ini tidak hanya mencerminkan kekerasan fisik, tetapi juga kekerasan sosial dan ekonomi yang kerap tak terlihat. Kemiskinan, keterbatasan akses pekerjaan layak, dan tekanan kebutuhan hidup sering kali menjerumuskan seseorang, terutama perempuan, pada pilihan hidup yang berisiko.

Kapolres Sidrap, AKBP Dr. Fantry Taherong, menyatakan bahwa pihaknya masih melakukan penyelidikan intensif untuk mengungkap motif pelaku dan kronologi lengkap peristiwa tersebut. Polisi juga akan mendalami aspek sosial di balik kasus ini sebagai bagian dari pendekatan yang lebih humanis dalam menangani tindak pidana.

Kini, Adnan hanya bisa menyesali. Di balik rasa bersalahnya, ia tetap menyebut sang istri sebagai perempuan yang ia cintai, meski jalan hidup membawa mereka pada akhir yang menyakitkan.

“Dia tetap istri saya. Meskipun banyak salahnya, saya tidak sanggup melihat dia pergi dengan cara seperti itu,” ucap Adnan sambil menahan tangis.

Tragedi Wisma Dua Pitue menjadi cermin kerasnya realitas sosial yang tak jarang berujung pada kisah pilu. Sebuah peristiwa yang semestinya membuka mata semua pihak: bahwa keadilan sosial bukan hanya urusan hukum, tetapi juga soal kemanusiaan.

(tim).

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *